PENDERITAAN,
KEKALUTAN, DAN SIKSAAN
PENDERITAAN
Penderitaan, begitu bunyinya tak asing lagi di telinga kita untuk di dengar.
Kata ini lebih bernilai negatif dan rendah. Kata penderitaan berasal dari kata
derita yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu “dhra” yang artinya menahan
atau menanggung. Derita ialah menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak
menyenangkan bahkan merugikan bagi diri sendiri yang merasakannya . Penderitaan
yang menjadi bagian kehidupan manusia bersifat kodrati, artinya sudah menjadi
konsekuensi hidup manusia, bahwa pada hakikatnya manusia hidup ditakdirkan
bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga untuk merasakan penderitaan. Dalam
hidup ini Tuhan memberikan sebuah penderitaan dan sebuah kebahagian . Menurut
agama penderitaan itu adalah teguran dan cobaan dari Tuhan. Penderitaan ada
yang ringan dan ada yang berat, contoh penderitaan yang ringan adalah ketika
seseorang dihadapkan dengan kegagalan dalam mencapai keinginannya. Sedangkan
contoh dari penderitaan berat adalah ketika seorang merasakan kejadian yang
pahit hingga melukai batinnya sampai saat ini dan masih merasakan kesedihan
yang mendalam.
KEKALUTAN
Kekalutan dapat diartikan sebagai proses gangguan kejiwaan akibat
ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang
bersangkutan bertingkah secara kurang wajar. Kekalutan menyebabkan pikiran
menjadi linglung, bimbang, dan resah tak menentu. Sehingga disini peran sebagai
keluarga, saudara, sahabat, dan teman terdekat sangat penting untuk mencegah
terjadinya keadaan kekalutan seperti dijelaskan diatas.
Sebab-sebab timbulnya Kekalutan
1. Kepribadian yang lemah akibat kondisi
jasmani atau mental yang kurang sempurna
2. Terjadinya konflik sosial budaya
3.
Cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan
terhadap
kehidupan sosial.
Gejala Seseorang yang Mengalami Kekalutan
1. Nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak
napas, demam, nyeri pada lambung
2. Nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan,
patah hati, apatis, cemburu, mudah marah
Tahap-tahap Gangguan Kejiwaan
1. Gangguan kejiwaan nampak pada gejala-gejala kehidupan si
penderita baik jasmani maupun rokhani
2. Usaha mempertahankan diri dengan cara negative
3. Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan
yang bersangkutan mengalam gangguan
SIKSAAN
Pastinya kita sering mendengar kata
"siksaan" dalam kehidupan kita sehari-hari. Siksaan yang dialami
manusia dalam kehidupan sehari-hari banyak terjadi dan banyak dibaca diberbagai
media massa. Berita mengenai siksaan dapat kita temui dalam kehidupan
sehari-hari. Biasanya sebagian besar adalah mengenaik siksaan, pembunuhan,
pemerkosaan, pencurian, dan sebagainya. Bahkan biasanya ditulis besar-besar
atau sebagai headline di halaman pertama dengan judul huruf besar beserta
dengan gambar si korban.
Siksaan atau
penyiksaan (Bahasa Inggris: torture) digunakan untuk merujuk pada
penciptaan rasa sakit untuk menghancurkan kekerasan hati korban. Siksaan dapat
diartikan sebagai siksaan badan atau jasmani, dan dapat juga berupa siksaan
jiwa atau rohani. Akibat dari siksaan yang dialami seseorang menimbulkan
penderitaan. Siksaan yang sifatnya psikis misalnya adalah kebimbangan,
kesepian, dan ketakutan.
PENGAPLIKASIAN DARI MEDIA ONLINE KE
DALAM TULISAN
Penderitaan Seumur Hidup
Hemofilia Mengancam Nyawa
SELISIK/LAPSUS | Jumat,
17/April/2015 09:31 | dibaca: 436 kali
BERSAMA ANAK: Boby (kanan) banyak cerita kehidupan tentang
dirinya yang menderita hemofilia.(PAKSI SANDANG PRABOWO/KP)
Tak ada satu pun orang yang ingin dilahirkan tidak normal. Namun,
terkadang kehidupan berkehendak lain. Meski begitu, mereka ingin merasakan
seperti banyak orang. Berikut ulasan menyambut Hari Hemofilia Sedunia yang
jatuh hari ini.
SEPINTAS Bobby Seppmaeir seperti orang kebanyakan. Suara
berbicaranya juga menggelegar bersemangat. Tapi siapa nyana, dia satu dari
belasan penderita hemofilia di Balikpapan. Hemofilia adalah kelainan genetik
dalam darah yang disebabkan adanya kekurangan faktor pembekuan darah.
Kaltim Post yang bertandang ke rumahnya di Jalan Mulawarman, Kompleks Borneo Paradiso, disambut hangat olehnya. Pria kelahiran Balikpapan, 17 September 1976 itu terlihat sehat, meski harus berjalan sedikit pincang. Memiliki tinggi badan 176 sentimeter dengan berat badan 90 kilogram, dia sangat cakap berbicara.
Sesekali dia memijat lembut kedua lutut yang berbalut celana jins biru tua saat duduk di sofa ruang tamunya. Senyumnya yang tak pernah lepas dari bibirnya itu, seolah menyembunyikan rasa nyeri pada sendi-sendi di tubuhnya. Bobby awalnya tak pernah tahu bahwa dia menderita kelainan darah tersebut sejak lahir.
“Dulu masih kecil enggak pernah periksa, karena di sini (Balikpapan) tidak ada alat. Sementara jika penyakit kambuh, cukup meminum obat antinyeri,” aku Sekretaris Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Kaltim, kemarin (16/4).
Masa kecil Bobby berjalan seperti biasa, bermain layaknya anak pada umumnya. Namun, ketika dia terjatuh dan anggota tubuhnya terbentur, seketika itu juga langsung lebam. “Kalau kena bibir atau gusi terbentur langsung keluar darah, tapi darahnya baru berhenti setelah sepekan bahkan lebih,” jelasnya.
Meski memiliki ciri-ciri menderita hemofilia, Bobby tetap saja beraktivitas seperti biasa. Menempuh pendidikan dan bekerja. Bahkan dia pernah menjadi sopir seorang WNA asal Korea Selatan di Kota Minyak pada 2006. “Sekarang tidak bisa terlalu capek. Masih bisa menjalankan pekerjaan yang menggunakan otak, tidak dengan otot. Seperti sekarang ini, saya menjadi supplier alat migas,” bebernya.
Ia mengaku, tak bisa jalan lebih dari 200 meter. Sebab bila kecapekan, dia bakal pendarahan di persendian.
Bobby memutuskan untuk cek darah, sekira Maret 2011 lalu. Ketika melihat hasilnya positif menderita hemofilia, ia shocked. “Itu manusiawi sekali, saya masih bersyukur karena hemofilia saya tergolong yang hemofilia B sedang. Meskipun perlu perhatian,” katanya.
“Setelah tahu, saya pakai obat yang harganya Rp 5,5 juta per vial. Setiap pakai saya perlu empat vial sesuai berat badan. Tapi karena mahal, biasanya saya pakai saat perdarahan saja,” sambungnya.
Bagi penderita hemofilia di Kaltim yang hendak bergabung, dia membuka selebar-lebarnya anggota baru di HMHI Kaltim yang saat ini diketuai Sigit Sigalayan yang berdomisili di Samarinda.
Hemofilia merupakan penyakit keturunan, bisa dibawa dari ibu atau dari ayah si penderita, namun bukan penyakit menular. Di Kaltim terdapat 41 penderita. Sedangkan di Balikpapan sebanyak 14 penderita. Ini berdasarkan data HMHI Kaltim. (selengkapnya lihat infografis)
Terpisah, Baiq F Zahra, dokter spesialis anak Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB), mengatakan terdapat dua jenis penyakit ini, yakni hemofilia A dan B. Di mana untuk jenis hemofilia A, biasanya terjadi karena si penderita kekurangan faktor 8 protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Sedangkan untuk hemofilia B terjadi karena kekurangan faktor 9 protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
“Penyakit ini tidak bisa disembuhkan, karena termasuk penyakit bawaan lahir. Untuk itu, ketika terjadi pendarahan harus segera ditangani, orangtua harus lebih tanggap segera membawa anak ke rumah sakit bukan ke puskesmas,” pintanya. Hal ini, untuk menghindari keterlambatan.
Sedangkan terapi pengobatan, hemofilia A adalah transfusi komponen pembekuan darah berupa cryoprecipitate atau suntikan konsentrat faktor VIII. Untuk Hemofilia B ditangani dengan transfusi komponen darah berupa FFP (Fresh Frozen Plasma) atau suntikan konsentrat faktor IX. (*/en/rom/k16)
ANALISA:
Dari artikel yang dimuat di atas dapat dilihat bahwa contoh kasus penyakit
seumur hidup seperti itu dapat digolongkan menjadi penderitaan yang tergolong
berat. Mungkin Tuhan memiliki rencana lain dengan memberikan cobaan terlebih
dahulu kepada anggota keluarganya termasuk ayah dan putrinya. Mungkin
penderitaan seperti itu sangatlah berat dan dapat menyebabkan gangguan pada
mental sang anak. Karena dengan penyakit kelainannya itu, dia menjadi lebih
merasa dirinya sing tidak seperti anak-anak pada umumnya yang bisa bermain
bebas tanpa takut adanya luka yang tergores di tubuhnya, yang mana kala akan
menyebabkan pendarahan berkepanjangan. Namun semua itu dapat ditangani dengan
adanya keluarga yang selalu mensupport sang anak untuk tidak pernah berfikiran
negatif tentang dirinya sendiri. Maka dari itu, sesungguhnya yang paling
penting dalam mencegah kekalutan mental ataupun gangguan jiwa lainnya ialah
dengan membangun kepercayaan dan saling mendukung antara dirinya dengan
orang-orang yang disayanginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar